Minggu, 07 Februari 2016

"Harta Karun Nuklir" Indonesia Tersebar dari Bangka hingga Sulawesi

THORIUM, "Harta Karun Nuklir" Indonesia Tersebar dari Bangka hingga Sulawesi.



Halo guys, kali ini saya ingin membahas tentang kekayaan alam Indonesia yaitu “THORIUM” (Energi terbarukan berupa Nuklir) yang terpendam dan baru-baru ini sedang ramai diberitakan loh.. Langsung aja deh simak postingan ini ya,,

Jakarta -Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) memperkirakan ada sekitar 210.000-280.000 ton thorium yang tersimpan di perut bumi Indonesia. Thorium merupakan salah satu jenis nuklir di samping uranium, namun limbah radio aktif yang dihasilkannya jauh lebih rendah dibanding uranium.
Cadangan thorium tersebut tersebar di Pulau Bangka, Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), dan Sulawesi Barat (Sulbar) yang memiliki banyak tanah jarang.
"Thorium ada di daerah dimana ditemukan unsur tanah jarang, ada di pasir monasit, biasanya ada di Vietnam, Semenanjung Malaysia, Bangka, Kalbar, Kalteng, dan di Mamuju Sulbar," kata Kepala BATAN, Djarot Sulistio Wisnubroto, dalam konferensi pers di Kantor BATAN, Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Dia menjelaskan, sekitar 90% bahan bakar thorium akan bereaksi menghasilkan listrik, sedangkan uranium hanya 3-5%, sehingga limbah radio aktif yang dihasilkan thorium jauh lebih kecil.
"Limbahnya lebih sedikit dari uranium, tapi memang punya radio aktif. PLTN 1000 MW itu menghasilkan 300 m kubik limbah radio aktif per tahun, 5% limbahnya usianya panjang. Kalau thorium yang limbahnya usianya panjang lebih rendah, kurang dari 5%, di bawah 300 m kubik juga," kata Djarot dalam konferensi pers di Kantor BATAN, Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Thorium juga tidak menghasilkan plutonium pada proses reaksi nuklirnya sehingga tidak dapat disalahgunakan untuk tujuan persenjataan. "Ini tidak bisa dimanfaatkan sebagai senjata. Lebih aman," ujarnya.
Namun, thorium tidak dapat berdiri sendiri sebagai bahan bakar. Thorium membutuhkan uranium 235 agar dapat dikonversi menjadi uranium 232 dan siap digunakan sebagai sumber energi. Maka pengembangan thorium mau tak mau harus lebih dulu dimulai dengan pengembangan uranium.
Selain itu, pemanfaatan thorium untuk energi masih membutuhkan waktu yang lama. Penelitian sudah dilakukan di berbagai negara, namun belum pernah ada negara yang secara penuh mengaplikasikan secara komersial.



RI Kaya Thorium, Nuklir Ramah Lingkungan, Apa Kelebihannya Dibanding Uranium?

Jakarta -Indonesia memiliki cadangan nuklir jenis thorium hingga 280.000 ton. Dibandingkan uranium, thorium memiliki beberapa kelebihan, terutama dari sisi dampak lingkungannya.
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Djarot Sulistio Wisnubroto, mengungkapkan bahwa 90% bahan bakar thorium akan bereaksi menghasilkan listrik, sedangkan uranium hanya 3%-5%, sehingga limbah radio aktif yang dihasilkan thorium jauh lebih kecil.
"Limbahnya lebih sedikit dari uranium, tapi memang punya radio aktif. PLTN 1000 MW itu menghasilkan 300 meter kubik limbah radio aktif per tahun, 5% limbahnya usianya panjang. Kalau thorium yang limbahnya usianya panjang lebih rendah, kurang dari 5%, di bawah 300 meter kubik juga," kata Djarot dalam konferensi pers di Kantor BATAN, Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Thorium juga tidak menghasilkan plutonium pada proses reaksi nuklirnya sehingga tidak dapat disalahgunakan untuk tujuan persenjataan. "Ini tidak bisa dimanfaatkan sebagai senjata. Lebih aman," ujarnya.
Selain itu, listrik yang dihasilkan thorium relatif murah, kurang lebih US$ 6-8 sen/kWh, sama dengan listrik dari PLTN berbahan bakar uranium. "US$ 6-8 sen per kWh. Relatif lebih murah dibanding batubara. Ini sangat menjanjikan untuk masa depan," tukas dia.
Pakar thorium dari International Atomic Energy Agency (IAEA), Matt Krauser, menambahkan bahwa cadangan thorium jauh lebih besar dibandingkan uranium, kurang lebih 3-4 kali lipat cadangan uranium di seluruh dunia. "Ketersediaannya lebih besar dari uranium, 3-4 kali lipat," ucapnya.
Thorium juga lebih stabil dibanding uranium, hanya saja penggunaannya lebih sulit. "Dari sisi sifat fisiknya jauh lebih bagus dari uranium. Titik leburnya lebih tinggi, memang lebih rumit pengolahannya, tapi lebih stabil sifatnya. Thorium bisa dimanfaatkan dalam waktu lebih panjang," tukas dia.
Biaya untuk pengembangan dan penggunaan thorium kurang lebih sama dengan uranium, tergantung pada teknologi yang digunakan. "Biayanya hampir sama dengan uranium, sekarang tergantung teknologi yang akan dipilih," tutupnya.

Kandungan Thorium di RI Melimpah, Tapi Belum Punya Teknologinya

Jakarta -Indonesia kaya akan cadangan nuklir. Selain memiliki cadangan 70.000 ton uranium, Indonesia juga memiliki 210.000-280.000 ton thorium. Thorium yang tergolong 'nuklir ramah lingkungan' merupakan salah satu sumber energi alternatif yang sedang dilirik Indonesia.
Namun, pengembangan thorium terkendala beberapa hal, salah satunya adalah ketiadaan teknologi. Mengubah teori pemanfaatan thorium untuk energi menjadi sebuah kenyataan masih membutuhkan waktu yang lama. Belum ada satu pun negara yang berhasil secara penuh mengaplikasikan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) secara komersial.
"Masih butuh beberapa dekade sampai PLTN berbasis thorium dapat terwujud. Butuh waktu untuk pengembangan thorium," kata Kepala BATAN, Djarot Sulistio Wisnubroto, dalam konferensi pers di Kantor BATAN, Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Djarot menuturkan, Amerika Serikat (AS) sebenarnya sudah mulai mengembangkan thorium pada 1965, namun program pengembangan thorium dihentikan. Pasalnya, AS lebih memilih uranium karena reaksi fisi uranium dapat menghasilkan plutonium yang dibutuhkan untuk pengembangan persenjataan berbahan baku nuklir.
Kemudian pada 1967 Jerman berinisiatif mengembangkan thorium dengan teknologi yang sama, diikuti oleh India. Belakangan China dan Jepang juga ikut mengembangkan thorium. Tapi sampai sekarang penelitian terhadap thorium masih berlangsung di berbagai negara, belum selesai.
"Yang harus dibangun adalah infrastruktur pendukung, termasuk bagaimana melakukan fabrikasi serta siklus daur bahan bakarnya. Tugas BATAN adalah meneliti, dan mengkaji kegiatan tersebut," paparnya.
Meski banyak tantangan, penelitian dan pengembangan harus terus dilakukan karena thorium merupakan sumber energi masa depan yang sangat menjanjikan, hanya saja butuh waktu, komitmen, dan upaya keras. "Indonesia harus melakukan penelitiannya dan itu tugas BATAN," pungkas Djarot.

Sekian postingan kali ini, Semoga bermanfaat ya...